Shalat Tarawih adalah shalat sunnah muakaddah dalam pandangan mayoritas ulama. Diantara hal yang menarik dari shalat ini, adalah polemik di tengah tengah umat mengenai bilangan raka’at shalatnya. Perbedaan jumlah raka’at shalat Tarawih telah menjadi masalah khilafiah sejak lama. Tidak sedikit kasus yang terjadi, berupa permusuhan dianatara sesama saudara seiman hanya karena masalah ini. Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi, bila umat memiliki pemahaman yang utuh mengenai setiap masalah-masalah khilafiyyah. Karena masalah Fiqhiyyah ini bukanlah masalah prinsipil yang mengantarkan orang kepada benar dan salah. Tetapi masalah rajih dan marjuh, yaitu sebuah usaha memilih sebuah pendapat yang paling tepat dari yng benar.
Perbedaan pandangan ulama mazhab bilangan Raka’at
Tarawih
Ada
beberapa pendapat ulama yang kita temui, ketika membicarakan masalah bilangan
raka’at Tarawih ini , yaitu sebagai berikut :
1.
20
raka’at
Mayoritas
ulama’ salaf dan khalaf menyatakan bahwa sebaik-baiknya shalat Tarawih adalah
dikerjakan 20 raka’at. Inilah pendapat yang paling kokoh dan lebih utama
diikuti menurut para ulama, bahkan dikatakan pula sebagai pendapat yang menjadi ijma’ para
shahabat.[1]
Berikut
kami nukilkan pendapat para ulama yang menyebutkan hal ini :
1. Jumhur
ulama mazhab dari
kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah dan sebagian besar Malikiyyah
menyatakan bahwa bilangan raka’at Tarawih adalah dua puluh raka’at.[2]
Dikatakan pula : Pendapat yang
dipilih oleh Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad, dawud dan satu perkataan dari Maliki
bahwa Tarawih adalah 20 raka’at selain witir.[3]
A.
Hanafiyyah. Abu
Hanifah ditanya tentang bilangan raka’at Tarawih, beliau menjawab dalam jawaban
yang panjang, “.. Nabi shalat (Tarawih) bersama jama’ah 8 raka’at dan mereka menggenapinya
dirumah-rumah mereka. Dan suara (mereka shalat) terdengar seperti dengungan
lebah. Dan inilah yang telah dicontohkan Umar bahwa ia 20 raka’at...”[4]
B.
Malikiyyah
berkata : Tarawih adalah dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Orang –orang pada
masa Umar bin Khattab melaksanakan Tarawih 20 raka’at, sedangkan dimasa Umar
bin ‘abdul Aziz 36 raka’at.[5]
Juga dikatakan :
Jumlah Tarawih adalah 20 raka’at selain witir.[6]
C.
Syafi’iyyah. Tidak
ditemukan pendapat yang berbeda dari pengikut mazhab ini, yaitu bahwa mereka
berpegang pada pendapat bahwa Tarwih itu 20 raka’at.[7]
D.
Hanabilah
berkata : Ini (20 raka’at) adalah dugaan kuat sebagai pendapat sebagian besar
sahabat bahkan ini adalah ijma’ yang memiliki dalil sangat banyak.[8] Juga dikatakan
: (Tarawih) tidak boleh kurang dari 20 raka’at, adapun ditambah boleh.[9]
2.
Al Kasaani
berkata : “Umar ra. mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan
lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab ra. Lalu shalat tersebut dilaksanakan
20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini
menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”
Dia juga berkata, “ini
adalah amalan para shahabat dan tabi’in.[10]
4.
Ali Syanhawi, ia
berkata : “Ini adalah amalan orang-orang dahulu samapai zaman kita diseluruh
tempat.”[12]
7.
Tirmidzi
berkata : “Dan kebanyakan ahli ilmu adalah atas apa yang diriwayatkan dari Umar
bin Khattab ra. Dan Ali ra. Dan selain keduanya dari para shahabat Nabi, (yaitu)
20 raka’at. Dan ini adalah apa yang dikatakan oleh at Tsauri, Ibn Mubarak dan
Syafi’i. Dan ia berkata, “Dan inilah yang saya temui dilakukan orang-orang yang
shalat di Makkah (yaitu) 20 raka’at.”[15]
8.
Imam
Nawawi berkata : Sholat
Tarawih termasuk di dalam sholat Nawafil yang muakkad seperti mana yang
ditunjukkan perkara itu oleh hadith-hadith yang mulia yang telah disebut
terdahulu. Ia adalah sebanyak dua puluh rakaat selain dari sholat Witir. (Jika)
bersama Witir maka ia menjadi 23 rakaat.[16]
9.
Ibn Qudamah berkata:
“Dan (pendapat) yang dipilih di sisi Ahmad, yakni 20 rakaat. Dan inilah juga
pendapat Sufyan Ath-Thuri, Abu Hanifah dan Syafi’i.[17]
10. Syaikh As-Sarakhsi berkata : “Sesungguhnya ia (Tarawih) 20 rakaat selain
Witir di sisi kami.[18]
11. Syaikh Ali Jum’ah
berkata : “Dan umat Islam tidak pernah tahu adanya pendapat yang mengatakan
bahawasanya Sholat Tarawih itu 8 rakaat kecuali pada zaman ini.[19]
Dan banyak lagi
perkataan ulama yang semisal, tetapi kami rasa ini sudah mencukupi
Dalil-dalil yang
digunakan
1. Nabi
Saw keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadhan, yaitu pada tiga malam
yang terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau shalat di masjid dan
orang-orang shalat seperti shalat beliau di masjid. Beliau shalat dengan mereka
delapan raka’at, artinya dengan empat kali salam, dan mereka menyempurnakan
shalat tersebut di rumah-rumah mereka. Dari mereka itu terdengar suara seperti
suara lebah”. (Mutafaqun ‘alaih)
Keterangan
: adanya penyempurnaan shalat dirumah mereka masing-masing oleh para sahabat
menunjukkan adanya penambahan jumlah raka’at Tarawih dri 8 raka’at.
2. Dalam Sunan al-Baihaqi dengan isnad yang sahih sebagaimana ucapan Zainuddin
al-Iraqi dalam kitab “Syarah Taqrib”, dari as-Sa’ib bin Yazid Disebutkan
: “Mereka (para sahabat) melakukan shalat pada masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Khattab ra. pada bulan Ramadlan dengan 20 raka’at.
Keteraangan
: Hadits ini adalah satu-satunya yang bisa dijadikan rujukan mengenai jumlah
raka’at para sahabat ketika shalat Tarawih. Dan ternyata jumlahnya 20 rakaat.
Logikanya, mana mungkin seluruh sahabat mengarang sendiri untuk shalat dengan
20 rakaat ? Pastilah mereka melakukannya karena dahulu sempat shalat tarawih 20
rakaat bersama nabi Saw.
3. Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa meriwayatkan dari Yazid bin Rauman
katanya, “Orang-orang pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra. melakukan shalat
dengan 23 raka’at.”
Bersambung .... (MASALAH RAKA'AT TARAWIH 2)
[1]
Lihat pula Fiqh al Islami wa Adilatuhu, II/, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah
Al Kuwaitiyyah, 27/141)
[2]
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/141.
[3] Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtashid, 2/460.
[4] Fiqh ‘ala mazhab al ‘Arba’ah,
I/294.
[5] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah, 27/143.
[6] Fiqh ‘ala mazhab al ‘Arba’ah,
I/295.
[7] Al-Bayan lima Yasyghal
al-Azhan, 266.
[8] Ibid
[9] Ibid
[10]
Ibid
[11] Ibid
[12] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah, 27/142.
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Fiqh as Sunnah, I/195.
[16] Syarah al Muhazhab, 3/527.
[17] Al-Mughni, 1/456.
[18] Al-Mabsuth, 2/144.
[19] Al-Bayan lima Yasyghal
al-Azhan, Syaikh Ali Jum’ah, halaman 265, Al-Qahirah: Al-Maqthum, Cetakan
Pertama, 1425H/2005M.
http://ad-dai.blogspot.com/
http://ad-dai.blogspot.com/
0 comments:
Post a Comment