Saturday 21 July 2012

MASALAH RAKA’AT TARAWIH





Shalat Tarawih adalah shalat sunnah muakaddah dalam pandangan mayoritas ulama. Diantara hal yang menarik dari shalat ini, adalah polemik di tengah tengah umat mengenai bilangan raka’at shalatnya. Perbedaan jumlah raka’at shalat Tarawih telah menjadi masalah khilafiah sejak lama. Tidak sedikit kasus yang terjadi, berupa permusuhan dianatara sesama saudara seiman hanya karena masalah ini. Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi, bila umat memiliki pemahaman yang utuh mengenai setiap masalah-masalah khilafiyyah. Karena masalah Fiqhiyyah ini bukanlah masalah prinsipil yang mengantarkan orang kepada benar dan salah. Tetapi masalah rajih dan marjuh, yaitu sebuah usaha memilih sebuah pendapat yang paling tepat dari yng benar.
Perbedaan pandangan ulama mazhab bilangan Raka’at Tarawih
Ada beberapa pendapat ulama yang kita temui, ketika membicarakan masalah bilangan raka’at Tarawih ini , yaitu sebagai berikut :
1.   20 raka’at
Mayoritas ulama’ salaf dan khalaf menyatakan bahwa sebaik-baiknya shalat Tarawih adalah dikerjakan  20 raka’at. Inilah pendapat yang paling kokoh dan lebih utama diikuti menurut para ulama, bahkan dikatakan pula  sebagai pendapat yang menjadi ijma’ para shahabat.[1]  
Berikut kami nukilkan pendapat para ulama yang menyebutkan hal ini :
1.    Jumhur ulama mazhab dari kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah dan sebagian besar Malikiyyah menyatakan bahwa bilangan raka’at Tarawih adalah dua puluh raka’at.[2]
Dikatakan pula : Pendapat yang dipilih oleh Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad, dawud dan satu perkataan dari Maliki bahwa Tarawih adalah 20 raka’at selain witir.[3]
A.   Hanafiyyah. Abu Hanifah ditanya tentang bilangan raka’at Tarawih, beliau menjawab dalam jawaban yang panjang, “.. Nabi shalat (Tarawih) bersama jama’ah 8 raka’at dan mereka menggenapinya dirumah-rumah mereka. Dan suara (mereka shalat) terdengar seperti dengungan lebah. Dan inilah yang telah dicontohkan Umar bahwa ia 20 raka’at...”[4]
B.   Malikiyyah berkata : Tarawih adalah dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Orang –orang pada masa Umar bin Khattab melaksanakan Tarawih 20 raka’at, sedangkan dimasa Umar bin ‘abdul Aziz 36 raka’at.[5]
Juga dikatakan : Jumlah Tarawih adalah 20 raka’at selain witir.[6]
C.   Syafi’iyyah. Tidak ditemukan pendapat yang berbeda dari pengikut mazhab ini, yaitu bahwa mereka berpegang pada pendapat bahwa Tarwih itu 20 raka’at.[7]
D.   Hanabilah berkata : Ini (20 raka’at) adalah dugaan kuat sebagai pendapat sebagian besar sahabat bahkan ini adalah ijma’ yang memiliki dalil sangat banyak.[8] Juga dikatakan : (Tarawih) tidak boleh kurang dari 20 raka’at, adapun ditambah boleh.[9]
2.    Al Kasaani berkata : “Umar ra. mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab ra. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”
Dia juga berkata, “ini adalah amalan para shahabat dan tabi’in.[10]
3.    Ibnu ‘Abidin, ia berkata : “Ini adalah amalan orang-orang di barat dan di timur.”[11]
4.    Ali Syanhawi, ia berkata : “Ini adalah amalan orang-orang dahulu samapai zaman kita diseluruh tempat.”[12]
5.    Adawi berkata : “Jumlah bilangan 11 adalah awalnya, kemudian dirubah menjadi 20 raka’at.”[13]
6.    Ibnu Habib berkata : “Umar mengembalikan kepada 23 Raka’at (dengan witir).”[14]
7.    Tirmidzi berkata : “Dan kebanyakan ahli ilmu adalah atas apa yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra. Dan Ali ra. Dan selain keduanya dari para shahabat Nabi, (yaitu) 20 raka’at. Dan ini adalah apa yang dikatakan oleh at Tsauri, Ibn Mubarak dan Syafi’i. Dan ia berkata, “Dan inilah yang saya temui dilakukan orang-orang yang shalat di Makkah (yaitu) 20 raka’at.”[15]
8.    Imam Nawawi berkata : Sholat Tarawih termasuk di dalam sholat Nawafil yang muakkad seperti mana yang ditunjukkan perkara itu oleh hadith-hadith yang mulia yang telah disebut terdahulu. Ia adalah sebanyak dua puluh rakaat selain dari sholat Witir. (Jika) bersama Witir maka ia menjadi 23 rakaat.[16]
9.    Ibn Qudamah berkata: “Dan (pendapat) yang dipilih di sisi Ahmad, yakni 20 rakaat. Dan inilah juga pendapat Sufyan Ath-Thuri, Abu Hanifah dan Syafi’i.[17]
10.  Syaikh As-Sarakhsi berkata :  “Sesungguhnya ia (Tarawih) 20 rakaat selain Witir di sisi kami.[18]
11. Syaikh Ali Jum’ah berkata : “Dan umat Islam tidak pernah tahu adanya pendapat yang mengatakan bahawasanya Sholat Tarawih itu 8 rakaat kecuali pada zaman ini.[19]
Dan banyak lagi perkataan ulama yang semisal, tetapi kami rasa ini sudah mencukupi
Dalil-dalil yang digunakan
1.  Nabi Saw keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadhan, yaitu pada tiga malam yang terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau shalat di masjid dan orang-orang shalat seperti shalat beliau di masjid. Beliau shalat dengan mereka delapan raka’at, artinya dengan empat kali salam, dan mereka menyempurnakan shalat tersebut di rumah-rumah mereka. Dari mereka itu terdengar suara seperti suara lebah”. (Mutafaqun ‘alaih)
Keterangan : adanya penyempurnaan shalat dirumah mereka masing-masing oleh para sahabat menunjukkan adanya penambahan jumlah raka’at Tarawih dri 8 raka’at.
2.  Dalam Sunan al-Baihaqi dengan isnad yang sahih sebagaimana ucapan Zainuddin al-Iraqi dalam kitab “Syarah Taqrib”, dari as-Sa’ib bin Yazid  Disebutkan : “Mereka (para sahabat) melakukan shalat pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra. pada bulan Ramadlan dengan 20 raka’at.
Keteraangan : Hadits ini adalah satu-satunya yang bisa dijadikan rujukan mengenai jumlah raka’at para sahabat ketika shalat Tarawih. Dan ternyata jumlahnya 20 rakaat. Logikanya, mana mungkin seluruh sahabat mengarang sendiri untuk shalat dengan 20 rakaat ? Pastilah mereka melakukannya karena dahulu sempat shalat tarawih 20 rakaat bersama nabi Saw.
3. Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa meriwayatkan dari Yazid bin Rauman katanya, “Orang-orang pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra. melakukan shalat dengan 23 raka’at.”
  
Bersambung .... (MASALAH RAKA'AT TARAWIH 2)

[1] Lihat pula Fiqh al Islami wa Adilatuhu, II/, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/141)  
[2] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/141.  
[3] Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, 2/460.
[4] Fiqh ‘ala mazhab al ‘Arba’ah, I/294.
[5] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/143.  
[6] Fiqh ‘ala mazhab al ‘Arba’ah, I/295.
[7] Al-Bayan lima Yasyghal al-Azhan, 266.
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid  
[11] Ibid
[12] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/142.  
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Fiqh as Sunnah, I/195.
[16] Syarah al Muhazhab, 3/527.
[17] Al-Mughni, 1/456.
[18] Al-Mabsuth, 2/144.
[19] Al-Bayan lima Yasyghal al-Azhan, Syaikh Ali Jum’ah, halaman 265, Al-Qahirah: Al-Maqthum, Cetakan Pertama, 1425H/2005M. 

http://ad-dai.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
Powered By Blogger

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Pembaca

Copyright © 2016. Wawasan dan Kisah Islami - All Rights Reserved My Free Template by Bamz