Saturday 21 July 2012

MASALAH RAKA’AT TARAWIH BAGIAN KE-2





2. 11 raka’at dengan witir
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa jumlah raka’at Tarawih adalah 8 raka’at dengan 3 raka’at witir. Pendapat ini berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
·       Hadits yang riwayat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha  beliau berkata : 
َانَ النَّبِيُّ r يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشَرَةَ رَكْعَةً يُوْتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِيْ شَيْءٍ مِنْهُنَّ إِلاَّ فِيْ آخِرِهِنَّ
“Nabi Saw biasanya shalat malam tiga belas rakaat, termasuk di dalamnya witir dengan lima rakaat tanpa duduk di salah satu rakaat pun kecuali pada rakaat terakhir.” (Hadits Muttafaq alaih).
·     Hadits dari Jabir bin ‘Abdillah ra. beliau menuturkan, “Rasulullah Saw  pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
·    Dari Ibnu ‘Abbas ra., beliau berkata, “Shalat Nabi Saw  di malam hari adalah 13 raka’at.” (Mutafaqun ‘alaih).
Kami tidak mengetahui adanya para ulama yang berpendapat secara tegas mengatakan bahwa shalat Tarawih 11 raka’at kecuali  Bin Baaz, Nashirudin al Albani dan sebagian ulama su’udiyyah.
Sebagaimana  al Albani berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11 rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah, maka sesungguhnya beliau tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22)
3.   36  raka’at
Ternyata ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa Tarawih boleh dikerjakan dengan bilangan yang banyhak, yaitu sampai 36 raka’at.[1]  Disebutkan dalam beberapa kitab bahwa di masa Umar bin Abdul Aziz, kaum muslimin shalat tarawih hingga 36 raka’at ditambah witir 3 raka’at.
Jumlah Tarawih dengan bilangan 36 raka’at ini adalah pendapat sebagian Malikiyyah.[2]
 
Dalilnya, karena golongan ini menganggap bahwa :
1.    Rakaat Tarawih tidak berbilang[3]
2.    Amalan ahlu madinah adalah dijadikan hujjah dalam mazhab Maliki
 Adapun bilangan 36 rakaat itu memiliki sebab sebagaimana yang disebutkan Imam syafi’i, ia berkata : Penduduk Madinah terawih 36 raka’at karena penduduk Makkah yang Tarawih 20 raka’at mereka melakukan Thawaf setiap antara 2 raka’at 7 putaran. Maka penduduk madinah menjadikannya (36 raka’at) untuk menyamai penduduk Makkah.[4]
Lantas, bagaimana kesimpulannya ?
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan dan sekaligus diambil langkah -langkah dalam menyikapinya sebagai berikut :
1.    Pendapat yang paling kuat tentang jumlah rakaat shalat Tarawih adalah 20 rakaat. Inilah yang dipilih oleh ulama’ Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah Ia telah menjadi pendapat jumhur ulama’. Dan tentunya shalat Tarawih terbaik adalah yang mengikuti pendapat ini. Yang  tentunya dengan catatan shalatnya dikerjakan dengan tuma’ninah. Sebagaimana kata tarawih itu berasal dari kata ‘rawaha’ yang artinya istirahat, jadi dilakukan dengan tenang dan khusyu’.  Tidak dilakukan dengan kebut-kebutan seperti dikejar setan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas. Bahkan terkadang yang shalat 23 raka’at ini lebih cepat selesai dari yang 11 raka’at. Ini sungguh suatu kekeliruan yang nyata. Paling ideal shalat ini mungkin memakan waktu diatas satu jam, bahkan lebih. Seperti semasa kami di al Azhar yang satu raka’atnya imam membaca 1 halaman. Begitu 20 raka’at pas 1 juz, dalam satu bulan khatamlah al Qur’an. Tetapi waktu yang lama itu tetap terasa nikmat, karena memang ada semangat dan niat kuat menghidupkan malam ramadhan. Tidak diburu-buru dengan nafsu berbuka yang belum terlampiaskan. Dan memang selain itu faktor pendukungnya ada yang membuat kerasan di masjid, diantaranya adalah para imam shalatnya memang meiliki suaranya indah lagi fasih.  
2.    Yang kedua, jika memang masjid ini ditengah mmasyarakat umum yang masih awam, yang nilai-nilai keislaman belum tertanam baik. Ada baiknya imam mempertimbangkan kondisi ini, jangan gara-gara di patok 23 raka’at jama’ah juma betah 3 hari, setelah itu bubar nga ada yang ke masjid. Mungkin ada baiknya shalat dikerjakan dua edisi, setelah isya 8 atau 10 raka’at, nanti tengah malam atau pas waktu syahur diadakan lagi.
Nah, yang kayak gini kayaknya belum ada nih yang mencoba di indonesia. Apa sebabnya ? ya karena kita terlalu terpaku beku ribut masalah 11 atau 23 raka’at, padahal ada solusi yang bisa ditempuh untuk mengkompromikan antara 11 dengan 23, antara terlalu nyantai dengn yang terlalu tergesa-gesa. Bukankah di dalam hadits telah disebutkan bahwa para sahabat shalat bersama Rasulullah dan kemudian menggenapinya dirumah masing-masing?
Demikian juga Ibnu Taimiyah mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi Saw sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.”[5]
 
3.           Nah yang terakhir, bagi masjid yang merupakan masjid para pekerja, semisal area tambang. Mungkin lebih baik untuk menggunakan yang 8 raka’at saja. Bisa langsung ditutup witir tetapi bila ada dugaan kuat, para jama’ah masih mampu untuk mengerjakan tambahannya di malam hari, lebih baik witir ditunda.
Akhir kata kita harus ingat,  bahwa bilangan raka’at Tarawih ini  adalah perkara  yang diikhtilafkan oleh para ulama. Sikap yang tidak bisa menerima perbedaan dalam masalah khilafiyyah - baik karena tidak tahu, tidak mau tahu atau pengetahuannya yang keliru – adalah penyakit yang membahayakan umat. Yang harus segera dibasmi bahkan diamputasi dari tubuh umat islam. Tarawih bukanlah ibadah wajib, ia hanya sunnah, jangan sampai dipersulit hukumnya dan dipersusah pelaksanaannya  - Meskipun bukan berarti kita boleh meremehkan sesuatu hanya karena bersetatus sunnah.
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha: 14)
Wallahu a’lam.


[1] As Syarh al Kabir li ad Dariri,1/315, Fiqh al Islami wa Adilatuhu, 2/76.
[2] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/143.  Bidayatul Mujtahid,2/460, Fiqh al Islami wa Adilatuhu, 2/76.
[3] Berkata Ibnu Taimiyyah : Barangsiapa yang mengira bahwa qiyam Ramadhan tidak bisa dikurang dan ditambah, maka dia telah keliru.( Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah, 22/272.
[4] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/143.  
[5] Majmu’ Al Fatawa, 22/272.
http://ad-dai.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
Powered By Blogger

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Pembaca

Copyright © 2016. Wawasan dan Kisah Islami - All Rights Reserved My Free Template by Bamz