Sebaik-baik
hari bagi umat Islam adalah hari Jum'at. Hari sayyidul ayyam (pemimpin hari) yang
paling agung dan paling utama di sisi Allah Ta'ala.[1]
Banyak ibadah yang dikhususkan pada hari itu, misalnya membaca surat as SajAdah
dan al Insan pagi shalat Subuh, membaca surat al Kahfi, shalat Jum'at berikut
amalan-amalan yang mengiringinya, dan beberapa amal ibadah lainnya. Termasuk di
dalamnya juga terdapat satu waktu yang mustajab untuk berdoa, sebagaimana yang
ditanyakan. Yang mana tidaklah seorang hamba yang beriman memunajatkan do'a
pada waktu itu, kecuali Allah akan mengabulkannya, selama tidak meminta sesuatu
yang haram. Karenanya, seorang muslim selayaknya memperhatikan dan
menganggungkan hari Jum'at.
Bilakah waktu mustajab tersebut ?
Para
ulama berbeda pendapat tentang “waktu itu” dengan perbedaan yang yang banyak.
Bahkan al Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani t menyebutkan paling tidak ada
43 pendapat mengenai tempat waktu mustajabah tersebut, dan kesemuanya memiliki dasar dalil
masing-masing.[2]
Namun,
dari sekian pendapat yang bermacam-macam itu terdapat dua pendapat yang paling
kuat menurut kebanyakan ulama,[3] yaitu :
1.
Duduknya imam ketika hendak
berkhutbah sampai didirikannya shalat jum’at
Diantara ulama ada yang berpendapat bahwa waktu itu dimulai dari
duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jum’at. Di antara dalilnya adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Burdah bin Ali Musa
al-Asy’ari bahwa Abdullah bin Umar berkata kepadanya, “ Apakah engkau telah
mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah n sehubungan
dengan waktu ijabah pada hari Jum’at ? Lalu Abu Burdah mengatakan, ‘Aku
menjawab, ‘Ya, aku mendengar ayahku mengatakan bahwa, ‘Aku mendengar Rasulullah
n bersabda,
‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.” (HR. Muslim)
Imam
ash Shan'ani t menyebutkan
keberadaan waktu tersebut terkadang di awal, tengah, atau di akhir antara
rentang waktu tersebut. yakni sejak dimulainya khutbah dan habis ketika
selesainya shalat.[4]
Al Imam an-Nawawi t juga termasuk ulama yang mendukung pendapat
ini, ia mengatakan “Pendapat
ini yang kuat, bahkan yang shawaah (benar).”[5]
2.
Setelah shalat ashar sampai
akhir waktu ashar
Di
antara argumentasi pendapat ini adalah hadits-hadits berikut ini :
“Hari Jum’at itu ada dua belas
jam. Tidak ada seorang Muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu
tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Alloh. Maka peganglah erat-erat
(ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘Ashar.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan
al Hakim)
Juga
berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi n
bersabda : "Carilah
saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai
tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi ).
Al-Hafidz
Ibnul Hajar t berkata : "diriwayatkan
Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah bin Abdirrahman, ada
beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang
terdapat pada hari Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat
bahwa saat tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at."[6]
Dan
yang juga menguatkan pendapat ini adalah Imam Ibnul Qayyim t ,dalam
kitabnya ia menulis, "Ibnu 'Abbas berkata : 'saat (mustajab) yang
disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan
tenggelamnya matahari.' Demikian juga Sa'id
bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat 'Ashar dia tidak mengajak bicara
seseorang pun hingga matahari terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama
salaf, dan mayoritas hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat
lain menyatakan bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun
pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil."[7]
Lebih
lanjut, Ibnul Qayyim t berkata, "saat mustajab
berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh
pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan saat pengabulan. Inilah salah
satu yang ingin mereka ganti dan merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang
telah beriman mengakui hal tersebut."[8]
Penutup
Sebagai penutup mari kita simak hadits berikut ini :
Diriwayatkan
dalam sebuah hadits dari Abu Salamah, ia berkata, "aku menyampaikan kepada
Abu Sa'id, 'sesungguhnya Abu Hurairah a
menyampaikan kepada kami perihal satu waktu yang ada di hari Jum'at.' Beliau
(Abu Hurairah) berkata, 'Aku pernah menanyakannya kepada Nabi n ,
lalu Rasulullah n menjawab, "Sungguh aku
dulu diberitahu tentangnya kemudian aku dijadikan lupa sebagaimana dijadikan
lupa terhadap Lailatul Qadar." ( HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya dan
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Demikianlah,
waktu mustajabah dihari jum’at ini telah disamarkan keberadaannya oleh Allah l sebagaimana samarnya waktu lailatul Qadr.
Ulama
menjelaskan bahwa hikmah dari tersamarnya waktu ini adalah untuk memotivasi
para hamba agar bersungguh-sungguh dalam memohon, memperbanyak do’a dan mengisi
seluruh waktu dengan beribadah, seraya mengharapkan pertemuannya dengan waktu
yang penuh barakah itu.”[9]
Wallahu a’lam.
[1] Diriwayatkan oleh at Tirmidzi dari Abu Hurairah a, Rasulullah n bersabda : “Sebaik-baik hari yang padanya matahari bersinar adalah hari
jumat.” Derajat hadits ini menurut beliau hasan shahih.
[2] Fath al Baari (II/416-421).
[3] Ibnu Qayyim Al Jauziah t mengatakan: "Diantara sekian banyak pendapat, ada
dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadits yang sahih,
pertama saat duduknya khatib sampai selesainya shalat. Kedua, sesudah Ashar. (Zadul
Ma'ad, I/389-390).
[4] Subul as
Salam (II/101)
[8] Zaad al Ma'ad (I/396)
[9] Fat-hul Baari (II/417)
0 comments:
Post a Comment